Jakarta - UU Perbankan Syariah tengah dilakukan uji materi. Sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah) pun telah digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang perkara Nomor 32/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah Parahyangan (BPR Syariah HIK Parahyangan) yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Martadinata, Direktur Utama BPRS HIK Parahyangan, menjelaskan bahwa uji materi ini diajukan pada 7 Desember 2021. Agenda sidang selanjutnya mendengarkan keterangan pihak terkait, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (11/4).
Baca artikel detikfinance, "Tak Bisa Ikut GPN, Alasan BPR Ini Ajukan Uji Materi UU Perbankan Syariah" selengkapnya https://finance.detik.com/moneter/d-6026085/tak-bisa-ikut-gpn-alasan-bpr-ini-ajukan-uji-materi-uu-perbankan-syariah.
Sementara itu, materi yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 1 angka 9, Pasal 9 ayat (2) huruf a, Pasal 13, Pasal 14 ayat (10), Pasal 21 huruf d, dan Pasal 25 huruf b, dan huruf e UU Perbankan Syariah.
"Alasan utama dari permohonan uji materi UU Perbankan Syariah ini adalah untuk mengoptimalkan peran BPR Syariah di Indonesia dalam menyalurkan pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil [UMK] di Tanah Air. Pasal 1 (9), Pasal 21 (d) dan Pasal 25 (b) UU Perbankan Syariah pada pokoknya membatasi atau melarang BPR Syariah untuk memberikan jasa lalu lintas pembayaran," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (10/4/2022).
Menurutnya, implikasi dari Pasal 21 (d), BPR Syariah tidak dapat memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah secara mandiri, melainkan hanya melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah (BUS), Bank Umum Konvensional, dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Baca artikel detikfinance, "Tak Bisa Ikut GPN, Alasan BPR Ini Ajukan Uji Materi UU Perbankan Syariah" selengkapnya https://finance.detik.com/moneter/d-6026085/tak-bisa-ikut-gpn-alasan-bpr-ini-ajukan-uji-materi-uu-perbankan-syariah.
Ahmad Wakil Kamal selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan, pembatasan dan larangan untuk memberikan pelayanan jasa lalu lintas pembayaran membuat BPR Syariah tidak optimal dalam memberikan pelayanan perbankan kepada masyarakat terutama usaha mikro kecil untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan
Baca artikel detikfinance, "Tak Bisa Ikut GPN, Alasan BPR Ini Ajukan Uji Materi UU Perbankan Syariah" selengkapnya https://finance.detik.com/moneter/d-6026085/tak-bisa-ikut-gpn-alasan-bpr-ini-ajukan-uji-materi-uu-perbankan-syariah.
Kamal menjelaskan, BI menetapkan kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang bertujuan mewujudkan sistem pembayaran nasional yang lancar, aman, efisien, dan andal, serta dengan memperhatikan perkembangan informasi, komunikasi, teknologi, dan inovasi yang semakin maju, kompetitif, dan terintegrasi.
"Dalam kebijakan tersebut, BPR Syariah tidak masuk sebagai pihak yang dapat terhubung langsung dengan GPN. Jika ingin terhubung dengan sistem tersebut, BPR Syariah harus melalui Bank Umum [konvensional] atau Bank Umum Syariah," tutur Kamal.
Hal tersebut seolah menempatkan posisi BPR Syariah sebagai sub-ordinat dari Bank Umum Syariah, sehingga menimbulkan perlakuan yang notabene memiliki peran yang sama dalam memberikan layanan di bidang keuangan masyarakat. Selain itu, beberapa jenis usaha yang dijalankan oleh BPR Syariah pada umumnya memiliki kesamaan dengan Bank Umum Syariah seperti penghimpunan dana dan menyediakan pembiayaan bagi nasabah.
Pada sisi lain, banyak perusahaan non-bank seperti perusahaan financial technology (fintech) dan perusahaan telekomunikasi yang dapat memanfaatkan dan terhubung langsung dengan sistem kebijakan GPN. Padahal, perusahaan fintech tersebut juga memiliki kesamaan dengan BPR Syariah dalam aktivitas kegiatan usahanya.
Kamal menuturkan, dilarangnya BPR Syariah melakukan kegiatan lalu lintas pembayaran mengakibatkan adanya biaya tambahan yang ditanggung BPR Syariah dan kemudian ditanggung oleh nasabah berupa biaya transaksi yang diwajibkan oleh BI ditambah atas biaya yang diwajibkan oleh Bank Umum Konvensional atau BUS.
"Hal ini mengakibatkan tidak adanya perlakuan yang sama dibandingkan atas badan hukum lain yang dilindungi regulasi untuk dapat memilih menjalankan lalu lintas dana langsung melalui BI atau melalui Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah atau perusahaan jasa keuangan," jelas Kamal.
Dilarangnya BPR Syariah melakukan kegiatan lalu lintas pembayaran, menurutnya, merupakan paksaan operasional BPR Syariah dalam menjalankan lalu lintas hanya melalui Bank Umum Konvensional/Syariah tanpa ada pilihan lain yang dapat memberi nilai tambah atau efisiensi bagi BPR Syariah.
Oleh sebab itu, BPR Syariah sulit beradaptasi dalam inovasi, pengembangan dan pemanfaatan teknologi dengan memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabahnya yang mengakibatkan keuangan BPR Syariah menjadi tidak sehat.
Sumber Berita :
Baca artikel detikfinance, "Tak Bisa Ikut GPN, Alasan BPR Ini Ajukan Uji Materi UU Perbankan Syariah" selengkapnya https://finance.detik.com/moneter/d-6026085/tak-bisa-ikut-gpn-alasan-bpr-ini-ajukan-uji-materi-uu-perbankan-syariah.
Comments